Rabu, 26 Januari 2011

DIA YANG MISKIN, MEROBOHKAN KESOMBONGANKU


 Oleh: Fr. M. Alfred,BHK

            Di zaman ini, kerja dianggap sebagai pekerjaan kasar yang tak berbobot. Apa lagi kerja sebagai tukang kebun atau sawah. Inilah pekerjaan yang sangat diremehkan oleh manusia dewasa ini. Ini terlihat dalam pengalaman pribadiku disaat saya Live in di pondok Damian-Kediri. Tempat ini dikenal sebagai tempat penampungan orang-orang kusta tapi sudah taraf penyembuhan. Pada awal ketika saya mendengar kata kusta ada penolakan dalam hatiku karena menurutku penyakit ini sangat berbahaya. Saya  memikirkan kalau saya dekat dengan mereka saya juga mendapat virusnya. Namun dalam kenyataan mereka itu bukan seperti apa yang kupikirkan, mereka sudah sembuh dan justru saya lebih dekat dengan mereka. Disana aku mulai bergulat dengan diriku sendiri. Apa yang tidak kulakukan di Novisiat disana harus saya lakukan. Tak ada kata lain selain kata “ bisa” ketika diminta untuk kerja dan merawat kebun khususnya tanaman organik.
           Dalam pengalaman minggu pertama saya kelihatan semangat, rajin dan cepat dalam bekerja. Namun semua ini pasti ada waktunya. Saya  mulai meresakan kalau kerja itu tidak gampang dan tidak mudah. Dari pagi sampai sore aku harus bekerja. Pagi sampai siang saya cabut rumput liar  dan sore aku mulai  menyangkul, kadang juga pagi aku harus cangkul. Tidak  ada waktu bagiku untuk bersantai-santai, semua orang dengan kesibukannya masing-masing. Dengan kesadaran hatiku, saya bersedia untuk melangkah ketempat yang lain jika pekerjaan yang satu sudah aku selesaikan, saya tidak menunggu perintah. Ada pula dalam pekerjaan itu munculah perasaan emosi ketika melihat mereka kerja hanya begitu-begitu saja, saya harus merelakan diriku untuk membantunya. Saya  merasa wajar kalau saya emosi, itu berarti saya masih mempunyai hati untuk dapat menyadarkan diriku. Entah bagaimanapun rasanya panas saya tetap berada di panas. Tidak bisa saya lari dari kenyataan ini, saya harus melakukan seperti mereka. Suatu pengalaman yang sangat menyakitkan dimana ketika saya cangkul belum juga selesai dan saya sangat cape sakali saat  itu, tiba-tiba salah seorang karyawan minta bantuan untuk memikul bambu dan lumayan banyak bambu nya dan saya harus habiskan semua. Setelah selesai, saya belum juga istirahat, tiba-tiba diminta lagi untuk angkat pupuk dan menaburkan disetiap pohon-pohon jagung. Aduh apa yang harus sayalakukan, saya tak berdaya lagi saya ingin istirahat tapi saya diam saja dan menyimpan rasa emosi itu didalam hatiku. Saya sudah putus asa dan saya tidak mau kerja lagi. Namun semuanya itu saya hanya mengeluh didepat temanku Fr. Charles dia hanya mengatakan satu kalimat, kita harus selalu tetap setia,saya menyadari kata setianya itu, saya kembali mulai kerja lagi pekerjaan yang saya tinggalkan tadi.
             Dalam kerja saya hanya memikirkan kalau besok dia buat seperti itu lagi mampus saya. Pekerjaanku memang cukup berat, tapi saya tetap setia menjalaninya karena saya tahu saya datang kesini untuk bekerja, saya datang kesini untuk membantu mereka, saya datang kesini untuk menyumbangkan tenagaku kepada mereka yang tidak sekuat dari apa yang kumiliki. Mereka memang manusia seperti saya tetapi mereka tidak sekuat apa yang saya miliki. Sering kali mereka dihina kalau mereka itu terlalu lemah, pembawa kuman, kotor dan perilaku mereka sangat menyakitkan namun mereka tidak menyimpan dalam hati justru mereka menerima dengan keadaan mereka seperti itu. Kadang juga saya sendiri yang menyatakan sudah penyakit malas lagi. Itupun aku terungkap hanya dalam hatiku saja  sebagai ungkapan rasa emosiku. Walaupun seperti itu aku masih mempunyai waktu untuk menghibur mereka yang sebenarnya aku tidak bisa menghiburnya. Aku melihat dari kekurangan mereka yaitu kurang dihibur. Padahal mereka ingin sekali dihibur hanya karena tidak ada yang menghibur mereka.Saya memberi semampu saya, Saya masih belajar juga dari kekuranganku, saya yakin saya bisa memberi yang terbaik untuk mereka. Segala perjuangan yang saya perjuangkan demi membina mentalitas pribadiku. Dari usaha yang saya perjuangkan merupakan sebuah makna yang dapat dan patut kuteladani yaitu kesetiaan. Kesetiaan yang dapat saya petik dari pribadi mereka. Walaupun keadaan mereka seperti itu mereka mampu memberi yang terbaik kepada orang lain, misalnya dengan menjual baju kepada orang lain yang merupakan hasil usaha mereka sendiri dengan ketermpilan menjahit. Sedangkan saya masih tanda tanya besar dalam hatiku, mampu atau tidak untuk mengembangkan diriku ini?
            Hidupku berpusat pada diriku sendiri, aku menganggap diri benar, saya menganggap diri mampu dan bijaksana. Semuanya ini harus diruntuhkan, agar saya bisa terbebas dari egoisme dan kesombonganku. Memang untuk menjadi seorang yang baik saya harus membutuhkan angin yang menghembus percobaan dan penderitaan. Berarti saya kembali melihat kedalaman hatiku dari setiap kekuranganku, sehingga saya dapat menebarkan kasih itu kepada orang lain. Seperti Mader Teresa mengatakan “ Cinta yang baik adalah cinta yang berasal dari diri sendiri”.

             Memaknai pengalaman yang menyenangkan tentu lebih mudah ketimbang memaknai penglaman yang tidak menyenangkan. Namun, pernahkah aku menyadari bahwa justu ketika saya mampu memaknai pengalaman yang tidak menyenangkan sebagai pengalaman yang berahmat, maka saya akan menjadi orang yang tangguh dalam mejalani hidup dengan bersyukur. Saya kadang tidak menyadari apa yang saya lakukan kepada mereka, namun mereka sendiri yang menyadariku kalau itu mempunyai makna untuk mereka.                             



Puisi
Berada bersama sang miskin.

Orang miskin……….
Adalah adalah seseorang yang menyukaiku…..
Seseorang dengan siapa aku dapat
menjadi diri sendiri…….
Seseorang yang menghargai kebaikan-kebaikanku
Tidak berkeberatan dengan kekuranganku
Dan melihat kelebihan-kelebihan dalam diriku

Dengan seorang miskin aku dapat berbagi tawa
Berbagi rahasia…….
Berbagi pandangan…….
Berbagi kesuksesan maupun kekecewaan……..
Dan macam-macam persoalan…….
……..besar maupun kecil……….

Orang miskin adalah
Seseorang yang dapat memahami perasaanku
Tanpa kuucapkan…….
……..seseorang yang dekat denganku dan selalu memaafkanku….
……..seseorang yang selalu membesarkan hatiku
dan tak pernah membuatku merasa kecil

orang miskin adalah
seseorang yang membuatku merasa bahwa dunia ini indah
…..dan mereka adalah temanku.


“Dia yang mengajari aku”


Oleh : Fr. M. Stefanus, BHK


Hidup ibarat tanda Tanya yang selalu melingkar dalam setiap perjalanan. Dimana hari ini pemikiran akan datang dan membuat kita harus berpikir apa yang akan terjadi dalam diri ku hari esok. atau mungkin satu kalimat Tanya yang akan sangat membuat kita tak akan pernah tahu apa jawaban yang pasti “siapakah aku pada hari esok. Semua orang mungkin dapat bermimpi akan apa yang akan terjadi pada dirinya namun tidak semua orang dapat dengan pasti memastikan apa yang menjadi mimpinya. Sosok per sosok memiliki jalan pangilan yang berbeda,aku yang terkapar dalam perjalanan dan dia yang terbaring di pembaringan sutra, dia yang miskin dan dia yang kaya. Inilah yang menjadi realitas hidup saat ini. Namun siapakah yang lebih berkenan untuk diterima? Dalam segala kegiatan berjuanglah hanya untuk mencari kemuliaan Allah dan menyenangkan Dia”(Jalan Vinsensian,Kasih kapada Allah). Kalimat ini merupakan jawaban atas setiap pekerjaan dan tindakan yang kita pilih. Tak ada pekerjaan dan tindakan yang buruk jika itu benar keluar dari hati untuk memberi dalam memuliakan Tuhan.
Pengalaman berarti dalam hidupku yang membuat aku tidak akan pernah dapat melupakannya. Pengalaman masa live in yang mana terdiri dari tiga tahapan, menjadi pemulung,jualan kacang,dan ngamen. Ketiga bentuk praktek ini dijalankan perminggu dan bagi saya tidak ada yang mudah dan tidak ada yang gampang.karena saya merasa bahwa untuk keluar dari diri yang penuh dengan keegoisan, sombong dan angkuh dan menempatkan diri menjadi orang lain rasanya sangat sulit bagi saya untuk  dilakukan. Namun di sinilah saya belajar untuk mencari apa yang sebenarnya ada dalam pribadi-pribadi yang berbeda ini.dalam ketiga bentuk praktek yang saya rasakan paling berkesan dalam diri saya adalah menjadi pemulung. setiap pagi saya berjalan dengan memikul karung dan harus memungut barang-barang bekas yang dubuang.awal dalam memungut saya pribadi merasa sangat sulit. Dalam kedalaman hati ini, saya merasakan adanya perasaan malu yang masih melekat dengan kuat sehingga bagi saya itu merupakan tantangan yang sangat besar bagi pribadi saya.disini saya berusaha untuk melawan semua perasaan malu yang sedang bergejolak dalam diri saya. Dengan perlahan-lahan saya mencoba memunggut sampah botol aqua yang saat itu ada di depan saya. Berat dan sungguh berat rasa yang saya rasakan dalam diri saya. Ingin aku lari dari beban ini. Namun aku sadar inilah kenyataan hidup saya saat ini.
 
Dalam perjalanan yang panjang dan panasnya terik matahari yang semakin menyengat kulit. Saya kembali untuk berpikir bagaimana jalan terbaik bagi saya agar dalam diri saya tidak ada lagi perasaan malu.sebab perasaan malu ini seperti membuat saya tak berarti dan terus bertekuk lutut.tampa disadari pandangan saya tertuju pada seorang pemulung yang terlihat begitu menikmati dalam memungut sampah.apa yang membuat mereka begitu menikmati pekerjaan ini? Satu pertanyaan yang kucoba untuk direnungkan dalam hati. Sesaat sambil berjalan, pikiranku pun terpecahkan oleh situasi yang menghantar aku pada kesadaran mengenai sebuah perjuangan. Aku sadar bahwa hidup yang mereka jalankan ini adalah demi sebuah perjungan yang mana harus menentukan hidup dan mati. Mereka rela melakukan apapun untuk mempertahankan hidup yang saat ini mereka jalani. Tidak ada rasa malu dalam diri mereka jika itu berkaitan dengan hidup mereka. Aku merasa begitu tak berarti keegoisan dalam diriku serasa menutup dengan rapat kedua mataku sehingga aku tak dapat melihat apa yang menjadi makna dalam perjalanan saya saat ini. Aku hanya melihat apa yang menjadi kebutuhan dalam diriku dan memaksakan agar itu terpenuhi. Kini dengan pengalaman menjadi pemulung aku disadarkan akan betapa pentingnya hidup yang dijalani. Bertindak demi makna merupakan sesuatu yang sulit untuk diperjuangkan namun bukan berarti saya harus lari dari kenyataan dan lupa untuk bertindak. Orang miskin memberikan sumbangan berarti dalam diri saya yang sebenarnya tidak saya miliki. Dari orang miskin saya diajarkan untuk bersyukur akan setiap rahmat yang saya terima,dari orang miskin saya diajarkan untuk saling menghargai setiap pribadi.saya sadar bahwa terkadang dalam hidup berkomunitas hal yang masih sulit dalam diri saya adalah menerima kekurangan orang lain.
Dalam praktek ini entah sebagai pemulung, penjual kacang, dan ngamen. Saya merasa bahwa ketiga bentuk praktek ini mau mengajarkan hal-hal yang berharga bagi saya. Saya menyadari bahwa terkadang saya melihat orang miskin dengan sebelah mata. Dalam paradigma berpikir, saya sering menganggap bahwa orang miskin itu tidak ada artinya sama sekali. ”Seorang manusia menjadi manusia karena dirinya mengakui orang lain sebagai manusia”, (Desmond Tutu, Aktivis anti Apertheiod Afrika Selatan). Kalimat ini saya kutip karena dalam penglaman ini saya menyadari bahwa kurangnya diri saya untuk mau mengakui orang lain sebagai pribadi yang sama dengan pribadi saya, dimana diciptakan serupa dengan gambaran Allah berbicara tentang orang miskin sering keluar dari mulut saya mengenai kata-kata yang indah namun rasanya itu semua belum berarti jika tanpa pengalaman ini. Orang miskin ternyata menyadarkan saya bahwa guru yang paling berharga adalah pengalaman hari ini yang mana tak mungkin untuk terulang kembali di masa-masa yang akan datang.



Kebesaran dalam Simplisitas

Di jalan ini kutatap lekat pribadi –Mu
Berlumuran debu, berwajah dekil
Bak setangkai bungga harum yang kau sebarkan atas diriku
Dimana makna akan kehidupan kembali direnungkan

Untuk apa aku dengan keberadaan ini ?
Untuk apa aku dengam profesi ini ?
Kebaikan mu memancarkan isi hati mu
Menyadarkan aku akan apa itu hidup

Meski tak seindah pandangann mata
Hati merasakan apa itu keindahan
Bukan emas, bukan permata…
Ketulusan itu yang menjanjikan kebesaranmu

Langkah kaki yang semestinya cepat
Beban ini yang menjadikan patah tak berdaya
Akankah aku lari bagai seorang pengecut
Di antara penderitaan dan tangisan

Dalam kerikil jalanan
Keringat perjuangan menetes ke tanah
Menumbuhkan benih-benih pengertian
Yang tak seharusnya melekat mati
Ada apa dengan simplisitas ?

PINGIN SABAR ? BELAJARLAH DARI MEREKA YANG SAKIT JIWA

 Oleh : Fr. M. Siardus, BHK (novis 2)

 

Saya merasa bahwa pengalaman selama masa live in membuat saya sangat sulit untuk melupakan segala kenangan yang terjadi selama sebulan penuh. keberadaanku bersama para pasien yang dengan segala keunikannya serta tingkah laku yang berbeda-beda itu seakan tak terasa dan tak terbayangkan bahwa saya harus berpisah bersama mereka.
Yayasan Mutiara Bunda adalah sebuah yayasan yang merawat sekaligus menampung orang-orang yang mengalami depresi tingkat tinggi, itu artinya mereka menglami gangugan jiwa. Tetapi mereka tidak sebegitu para seperti orang gila yang kita jumpai di kalangan umum atau pun dijalan dengan tinggkat yang lebih para dan tak terawat dengan baik, kemomos serta jorok. Namun mereka itu adalah orang-orang yang kesadarannya masih sangat baik dan hanya membutuhkan penyembuhan atau terapi pengobatan istilahnya healing. Dan rata-rata dari antara mereka adalah orang-orang tioghoa, dengan berbagai latar belakang yang berbeda-beda pula. Juga mereka itu sangat normal sama seperti kita ini, apabila diajak ngomong sangat nyambung, bahkan lebih pandai ngomongnya dari pada saya. Selain itu mereka juga bisa melakukuan aktifitas dan kegiatan seperti orang lain, misalnya nyapu, masak, berkebun, dan lain sebagainya yang mereka sendiri sudah biasa melakukannya. Namun ada juga dari antara mereka yang sama sekali tidak bisa melakukan apa-apa, tak ada harapan dari antara mereka itu. Kehidupan mereka hanya bergantung pada obat-obatan dan juga belaskasihan, kasihan benar hidup mereka itu, gumanku didalam hati, padahal keluarga mereka adalah orang yang sangat berada (orang-orang kaya) tapi nasib anak dan saudara-saudari mereka menderita dan terlantar. Wah sulit bagiku untuk mengerti semua ini. Di yayasan Mutiara Bunda inilah saya dan fr. Alfons merajut mimpi nyata kami untuk tinggal sekaligus mengalami dan merasakan kehidupan orang-orang tersebut.
Satu bulan buatku adalah rentangan waktu yang cukup lama selama berada di rumah rehabilitasi Mutiara Bunda itu. Tentu secara pribadi banyak pengalaman suka-duka, baik-buruk yang aku alami. Pengalaman yang paling menyakitkan dan yang paling berat ialah mengatur pola hidup mereka yang kacau balau dan tak teratur. Ini adalah pengalamanku yang paling berat, dimana aku harus membersihkan hampir setiap saat bau kencing dan tinja yang masih mengapung di kloset, apalagi toilet disana berada di dalam kamar, wah menjijikan sekali bila dibiarkan tidak membersihkan. Mungkin bagi mereka nggak masalah tapi bagi aku wah.. ketelaluan banget. Aku memang agak sedikit kesal bila melihat ketidak beresan seperti itu, tapi apa boleh buat demi suatu nilai aku ingin melakukan sekali itu buruk, aku sendiri tak mengerti roh apa yang membuatku tergerak untuk rela membersihkannya sekalipun hidungku kusumbat, soalnya baunya sedap banget. Aku teringat akan sebuah perikop injil yakni (Titus  33:5) yang mengayakan bahwa” pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus”. hal ini meyakinkanku bilamana aku senantiasa disadarkan bahwa ternyata ada yang lebih berharga yang dilakukan Tuhan kepadaku.
Tetapi ada juga pengalaman yang berharga yang sulit untuk dilupakan dimana seorang pasien mengajari aku bagaimana menjadi seorang religius yang rendah hati dan sabar. Ketika itu aku hendak tidur malam, tetapi aku nggak bisa tidur soalnya pasien tidurnya mendengkur, sehingga bunyi menganggu kupingku. Selain itu ada pasien yang sering ngigo sambil teriak-teriak, ada lagi yang nyanyi-nyanyi, padahal sudah larut malam wah sebel aku. Aku hanya bisa tertawa dan tahan nafas saja. Hari-hari pertama memang aku rasakan agak aneh terhadap hal-hal yang luar biasa yang mengganggu ketenanganku selama aku sekamar dengan para pasien disana. Tetapi lama-kelamaan aku sudah kebal dan terbiasa dengan kebisingan-kebisingan tersebut. Disitulah aku merasa ditantang, walaupun sepele perkaranya tapi aku berusaha untuk sabar dan memakluminnya, dalam berbagai situasi apapun dan bagaimanapun. Disutu aku belajar untuk menahan sekaligus mengukur diriku sendiri apakah aku sanggup menjadi diriku sendiri ditengah para pasien yang berkelainan seperti itu. Peristiwa ini cukup berharga bagi diriku untuk berani memilih jalan hidup seperti ini yang penuh tantangan dan cobaan yang harus ditantang bukannya untuk ditentang sebagaimana Yesus menantang orang-orang farisi yang mengaangap dirinya bersih, suci, tetapi hatinya penuh kedengkian dan kebusukan.
Aku selalu bertanya-tanya kenapa kok, live In kami berbeda-beda, ada yang jadi mulung, ada yang di rehabilitasi penyandang kusta, lalu ada yang di Yayasan penyadang cacat, mental dan jiwa. Memang hubungannya apa antara aku yang sebagai religius frater Bunda Hati Kudus yang prihatin terhadap kaum miskin seasuai teladan Vincensius A Paulo, tapi ini malah disuruh tingal dan rasakan bersama orang yang sakit mental dan jiwa, wah bisa-bisa gawat nih..tetapi setelah aku menyadari ternyata mereka itu jauh lebih miskin, merka sangat membuthkan perhatianm, sentuhan dan cinta. Dari situlah aku baru mengerti maksud itu semua. Sebuah ungkapan indah Vincensius A Paulo yang masih membekas di benakku ialah orang “miskin adalah majikannku”.


Doaku Bagi Saudara-Saudari Di Yayasan Mutiara Bunda

Allah Bapa sumber kehidupan, semoga kasih-Mu senantiasa memancarkan ke dalam lubuk hati saudara-saudari di yayasan mutiara bunda, karena kehidupan yang mereka rasakan sangatlah mempengaruhi tingkah laku dan perbuatan mereka sendiri. Padahal mereka selalu mengharapkan suatu mukjizat dari padamu ya Tuhan melalui permohonan doa yang mereka panjatkan kepadamu pagi sore secara rutin agar penderitaan jiwa mereka cepat kambuh serta kerinduan tuk bertemu keluarganya kembali. Semoga mereka tak pernah lelah memuji-Mu ya Tuhan, melaiankan dengan semagat yang api cinta ilahi mereka diberkati dan dijiwai oleh roh kudus-Mu sendiri. Amin.

Senin, 24 Januari 2011

PEKAN SPIRITUALITAS HATI KELUARGA CHEVALIER

Kami  anggota komunitas novisiat, khususnya novis tahun kedua sejumlah enam frater mengikuti pekan spiritualitas bersama keluarga Chevalier pada tanggal 13-19 Desember 2010. Proses bersama ini dibimbing oleh Pater Hans Kwakman, MSC bertempat di Novisiat MSC “SANANTA SELA” Karanganyar – Jawa Tengah. Peserta yang ikut adalah para frater novis MSC, para suster PBHK dan kami sendiri tentunya.

Proses pendalaman spiritualitas bersama ini kami rasakan sangat mendukung kami dalam memperdalam spiritualitas hati. Melalui bahan yang disampaikan dan proses bersama yang kami alami, kami dapat masukan yang berarti dan terdorong untuk menjadikan spiritualitas hati menjadi bagian integral dari penghayatan hidup. Pater Hans menghantar kita kepada kharisma keluarga Chevalier yang menjadi penanda, ciri yang menunjukkan jati diri kita. Kharisma tersebut adalah “percaya akan daya kuasa cinta kasih Allah dalam hidup kita dan dalam hati kita”. Kita semua diundang untuk senantiasa mengerti, memperdalam, dan menyatukannya dengan kharisma pribadi kita. Selanjutnya, kita dihantar untuk memahami dinamika spiritualitas hati. Dengan itu, kita semakin mengerti spiritualitas hati dan bagaimana mewujudkannya dalam hidup sehari-hari.

Proses yang kami jalani begitu menyenangkan. Proses pendalaman materi, diikuti pendalaman pribadi dan kelompok serta pleno, membuat kami semakin mengerti dan makin masuk ke dalam hati kami sendiri. Kami semakin diperteguh melalui proses-proses yang ada. Selain itu, proses yang ada tidak terlalu mengejar materi, semua mengalir dengan efektif. Kebersamaan malam hari waktu rekreasi bersama menjadi jalinan bagi kami masing-masing untuk saling mengenal, mempererat persaudaraan di antara kami. Kami juga berolah-raga bersama baik sesama novis maupun dengan staf dari ketiga tarekat. Pada akhir proses, kami berekreasi bersama di Wisata Air -  OABONG PURBALINGGA untuk melepas dan menutup segala proses bersama ini.

Salam Bunda Hati Kudus, terima kasih semua atas pengalaman ini. Berkah Dalem