Oleh: Fr. m. patrik totok mardianto,bhk
Tema : Ingkar diri menjadikan kita”man of God and man for the others”
Konstitusi pasal 72
Ingkar diri mengharapkan:
Bahwa kita hidup tidak hanya untuk diri kita sendiri,
Tidak menjadikan diri kita pusat perhatian,
Tetapi mencari harga diri dan pengembangan diri
Di dalam pengabdian diri kepada Allah
Dalam karya penciptaanNya;
Dimana tak ada sesuatu atau seorangpun yang kita anggap remeh.
Hidup dalam perjalanan mengikuti Yesus merupakan pilihan hidup dalam paradoks. Kita mengikuti pola hidup Yesus yang “melawan” arus dari arus dunia yang berkembang. Yesus sendiri telah lebih dahulu menjalaninya semasa hidupNya. Ditengah arus masyarakat yang mengedepankan sekat-sekat berdasarkan agama, golongan, kelompok; Yesus hadir menawarkan persaudaraan yang dibangun atas dasar iman akan Allah dan SabdaNya (Mat 12:5). Di tengah dinamika hidup orang hanya mencari selamat sendiri; memutlakkan aturan demi keselamatan sendiri dan gengsi, Yesus menghadirkan penghayatan aturan secara baru. Di tengah masyarakat yang mengedepankan gengsi, penindasan, mentalitas cari aman, Yesus hadir di tengah orang-orang terpinggirkan dan disingkirkan. Yesus sendiri menyampaikan “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku”.( Mat 10:37-38)
Hidup Yesus adalah hidup yang dipenuhi dengan INGKAR DIRI. Keutamaan ini menjadi keutamaan hidupNya yang menjadikan Yesus total dalam pemberian diri kepada kehendak Allah BapaNya. Maka hal yang sama akan ditularkan bagi mereka yang ingin mengikuti jalanNya (para muridNya dan kita sekalian). Yesus memanggil para muridNya, “Mari ikutilah Aku..”(bdk. Mat 4:19; 8:22; 9:9; 19:21). Selanjutnya Yesus menyampaikan prasyarat untuk dapat mengikutiNya yakni melalui INGKAR DIRI seperti yang dijalaniNya. ”Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku”(Mat 16:24). BagiNya, jika ingin mengikuti Dia maka menempuh jalan yang juga ditempuhNya sendiri. Misi utama hidupNya adalah terwujudnya Kerajaan Allah di dunia; dengan “melupakan diriNya” agar semakin besarlah kemuliaan Allah BapaNya. Yesus melupakan diriNya sampai sehabis-habisnya agar hidupNya menjadi persembahan yang berarti bagi BapaNya demi keselamatan kita manusia yang amat dicintaiNya. Ia sendiri menasehatkan,”Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya”.(Mat 10:39)
Konstitusi kita mengarahkan kita sebagai frater untuk meniti perjalan yang juga ditempuh oleh Yesus Sang Guru kita. Ingkar diri menjadi “penanda/CIRI” semangat yang hendak kita hayati. Dengan Ingkar diri, kita mau hidup bagi orang lain (man for others), tidak terpusat pada diri (tidak egois), meningkatkan harga diri dan pengembangan diri dalam pengabdian kepada Allah (man of God) (bdk konst. Pasal 72). Dengan keutamaan tersebut kita hendak mewujudkan kemuridan kita. Sejatinya, jalan hidup terbaktikan dalam pilihan hidup kita ini merupakan jalan pelupaan diri kita. Hal ini berarti kita mencoba untuk tidak terlekat dengan diri kita sendiri. Sebab jika tidak (bila masih terlekat) , perjalanan kita akan menjadi semakin berat dan tidak berfokus. Kita tidak lagi mencari Kehendak Allah dalam pengabdian kita, justru kita mencari diri kita sendiri. Sebuah pilihan paradoks; semakin kita mau dekat dengan kehendak Allah semakin kita diminta melupakan diri. Kita diundang untung mengosongkan diri sehingga membiarkan Allah sendiri yang mengisi relung batin kita.
Rasanya hal di atas seperti hal yang amat sulit untuk kita wujudkan. Yesus sendiri telah lebih dahulu menempuh itu dan meyakinkan kita bahwa hal itu mungkin. Kita akan sungguh mampu demikian bila kita sendiri mencari kepenuhan hidup dalam Allah sendiri (Yoh 10:10). Bila mengalami kepenuhan dalam Allah (man of God) kita akan terdorong untuk mengutamakan kehendakNya, sanggup memberikan diri seutuhnya bagi saudara-saudara yang kita layani demi semakin besarlah kemuliaanNya bukan kemuliaan kita sendiri. Hal ini telah nyata dihidupi pendiri kita Mgr. Schaepman dan Bunda Hati Kudus, Bunda penyerta kita pada Hati Kudus Puteranya.
Bila kita telaah lebih teliti praksis hidup kita, banyak kita menemukan kejatuhan kita terutama dalam hidup bersama, perutusan dan penghayatan panggilan kita. Sikap mau menang sendiri, sulit mengalah, sulit mendengarkan, membuat konflik, hitung menghitung dalam membantu orang lain, pilih-pilih pekerjaan, pemberian diri setengah-setengah, mencari pemuasan diri, “memakai nama Yesus” hanya demi diri diri sendiri dan masih banyak lagi. Marilah kita sejenak merenung perjalanan hidup terbaktikan kita. Apa yang salah dalam penghayatan kita? Apa yang salah dalam pemberian diri kita?
Refleksi Diri.
1. Dalam keheningan, coba temukanlah di saat-saat mana; pengalaman mana aku ternyata masih belum mampu untuk INGKAR DIRI di hadapanNya. Aku masih egois; berpusat pada DIRI SENDIRI dan mencari kemuliaan sendiri? Tulislah secara konkret satu persatu!
2. Apa yang menyebabkan aku selama ini sulit INGKAR DIRI?
3. Bersyukurlah kepada Allah, akan pengalaman-pengalaman Anda sanggup INGKAR DIRI demi pilihan kehendakNya semakin terlaksana? Pengalaman atau saat-saat mana itu?
Doa
BIARLAH TANGAN INI TERASA KASAR
Yesus sahabatku ….
Syukur atas teladan kasih yang telah Engkau hadirkan dalam hidupMu
Untaian nada kasih yang Kau lambungkan menyejukkan hidupku.
Terima kasih dan syukur karena aku Engkau panggil sahabat.
Sahabat yang amat berarti bagiMu.
Malu rasanya hati ini, serasa tak pantas
Mengingat rajutan – demi rajutan kesalahan
dan kelemahan yang menempel di hatiku.
Namun Engkau tetap mengasihiku dan membuatku merasa berharga dimataMu.
Yesus sahabatku …
Ijinkan aku membalas kasihMu itu melalui
Doaku yang terajut erat dalam tangan renta meraba, merajut, menepuk
Kehidupan yang penuh dengan onak duri kegalauan.
Ijinkan tanganku yang jelek tak terurus ini menjadi kasar
Karena bertemu dengan aneka bentuk kehidupan.
Biarlah tangan ini menjadi berkeringat, kasar sebagai bagian dari
Perwujudan hatiku yang terucap syukur atas kasih
Yang boleh aku alami.
Yesus sahabatku …
Ijinkan aku tidak hanya puas dengan romantika doa melayang;
Melainkan dengan rintihan perih dari kasarnya telapakku yang
Mulai melepuh dan kasar karena melayaniMu
Setiap hari dalam diri setiap hati yang meminta kehadiranku.