Jumat, 01 Oktober 2010

PERJALANAN AWALI FRATER BUNDA HATI KUDUS


Oleh: Fr. M. Venansius, BHK



Perjalanan awali yang kami maksud adalah periode Frater Bunda Hati Kudus pada zaman Mgr. Schaepman ( pendiri Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus ) hingga menyandang status wibawa hak diosesan. Perjalanan awali Frater Bunda Hati Kudus sebagai Kongregasi dalam Gereja Katolik pada penulisan ini kami batasi pada lingkup:
1 pendiriannya
2. penulisan peraturan hidup
3. pengakuan resminya
Pendiriannya
Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus didirikan atas dasar keprihatinan pendirinya ( Mgr. Andreas Ignatius Schaepman ) akan pendidikan yang layak bagi kaum miskin yang kurang mendapatkan pengajaran dan pembinaan iman yang baik. Mgr. Schaepman ingin menawarkan pengajaran, pendidikan dan pembinaan iman Katolik kepada kaum muda. Pendiri menganggap kerjasama dengan kaum religius penting sekali untuk memberikan pendidikan/pengajaran dan pembinaan iman katolik yang bermutu kepada kaum muda.Didorong pula oleh rasa puasnya melihat hasil karya para Suster Cinta Kasih, dan para Frater CMM maupun kongregasi lainnya mgr. Schaepman semakin yakin perlunya kerjasama dengan kaum religius untuk mewujudkan niatnya.
Untuk maksud pendirian Mgr. Schaepman minta nasehat Mgr. Swijsen yang pada tahun 1844 telah mendirikan sebuah kongregasi untuk orang religius laki-laki, yaitu Para Frater dari Kongregasi Santa Perawan Maria , Bunda Yang Berbelaskasih, yang berkedudukan di Tilburg.
Usaha untuk membujuk salah satu satu kongregasi pria yang telah ada di Belanda untuk datang dan bekerja di Utrecht tidak berhasil maka Mgr. Schaepman memutuskan untuk mendirikan suatu kongregasi sendiri. Kongregasi yang akan didirikannya di buat menurut model yang berhasil dari Kongregasi Para Frater Santa Perawan Maria Bunda Yang Berbelaskasih ( Para Frater van Tilburg/ CMM ). Kongregasi CMM ini didirikan oleh Mgr. Swijsen yang mendirikan kongregasinya terinspirasi oleh keberhasilan Serikat Putri Kasih (PK ) yang didirikan oleh St. Vincent de Paul dan Luisa de Marillac pada tahun 1633 sebagai kongregasi/serikat biarawati pertama yang memperoleh kebebasan dan mampu menciptakan bentuk-bentuk hidup religius dimana penghayatan Karya Cinta Kasih di luar tembok biara diintegrasikan dengan devosi dan doa. Mgr. Schaepman ingin membuat hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Mgr. Swijsen.
Mgr. Schaepman tak sekedar mempunyai niat tapi dia punya visi akan pendirian sebuat komunitas baru. Apa yang direnungkan dan apa yang dipikirkan untuk menjawab kebutuhan jaman kemudian banyak didiskusikan dengan Mgr. Swijsen. Pilihan kepada Mgr. Swijsen sebagai rekan diskusi dalam rencana pendirian kongregasi sebagai sesuatu yang sangat tepat. Mgr. Schaepman telah lama mengenalnya terlebih ketika Schaepman menjadi Vikaris Jenderal bagi Mgr. Swijsen pada tahun 1858. Mgr. Swijsen pendiri dari 2 kongregsi ( Suster SCMM dan Frater CMM ) dikenalnya juga sebagai seorang Vinsensian dan salah seorang promotor belas kasih pada jamannya. Dari Mgr. Swijsen-lah pendiri Kongregasi Frater BHK banyak menerima masukan yang berkaitan dengan semua beban dan kesulitan yang berkaitan dengan pendirian sebuah kongregasi. Bagi Mgr. Schaepman sekali layar terkembang lautan luas pun diseberangi. Demi dan atas nama belas kasih kepada sesama dan Tuhan yang di abdinya serta bersandar pada kekuatan penyelenggaraan Allah, Mgr. Schaepman bertekat mendirikan kongregasi baru. Rekan diskusi dan penasehat yang bijaksana pun menyatakan mendukung rencana Mgr. Schaepman mendirikan kongregasi.
Untuk maksud pendirian kongregasi Mgr. Schaepman tidak hanya berdiskusi dengan penasehat bijaksana, ia juga minta di doakan komunitas suster-suster Cinta kasih yang ada di Utrecht, Arnhem, Swolle dan Groningen.
Bersandar pada bantuan Allah dan dukungan kaum rohaniwan yang ada di wilayah keuskupannya maka pada musim semi 1871, Mgr. Schaepman mengumumkan rencana pendirian kongregasi. Rencana pendirian ini mendapat sambutan baik dari para imam, biarawati maupun umat beriman.
Berkat jasa baik dari Mgr. Swijsen akhirnya Mgr. Schaepman mendapat bantuan pater de Beer ( Superior jenderal Frater CMM ) yang berjanji membina para anggota pertama untuk mendapat pembinaan di rumah induk Kongregasi Frater CMM di Tilburg.
Maka pada tahun 1871 dikirimlah para anggota pertama kongregasi ke rumah induk Frater CMM di Tilburg untuk memulai masa novisiatnya. Di novisiat ini para anggota pertama dibina dalam semangat belas kasih Kongregasi CMM.
Formasi religius bagi 3 calon pertama Kongregasi Frater BHK berakhir pada tahun 1873, jadi memakan waktu kurang lebih 2 tahun, tepatnya tanggal 13 Agustus 1873 Mgr. Schaepman memanggil Fr. Bonifacius, Fr. Gregorius dan Fr. Willibrordus ke Utrecht. Tanggal kedatangan mereka bertiga ke Utrecht inilah dianggap sebagai HARI LAHIRNYA KONGREGASI FRATER BUNDA HATI KUDUS.
Penulisan Peraturan Hidup
Proses perumusan peraturan hidup/konstitusi Frater BHK berkaitan langsung dengan perjalanan awali Frater BHK sebagai kongregasi.
Pada waktu kedatangan para Frater generasi pertama ke Utrecht pada tanggal 13 Agustus 1873, sang pendiri Mgr. Schaepman belum menyiapkan peraturan hidup untuk Kongregasinya. Maka sesuai dengan keinginan pendiri , para frater mengikuti peraturan biara dari Kongregsi Frater CMM yang disusun oleh Mgr. Swijsen ,kecuali itu para frater generasi awal juga ingin berpegang pada semangat dan kebiasaan-kebiasaan biara dari kongregsi Frater CMM seperti yang pernah mereka terima dan alami pada masa pembinaan awal di novisiat Tilburg. Kenyataan bahwa para frater sungguh menghidupi peraturan hidup Para Frater CMM ini diakui oleh Mgr. Schaepman dalam suratnya kepada Mgr. Swijsen pada tanggal 9 Februari 1874, begini petikan suratnya; …Saya sangat puas atas frater-fraterku, yang meresapi semangat Tilburg. Sekarang saya mempunyai lima frater dan sepuluh siswa guru. Segalanya bagus…
Setelah 6 tahun para frater generasi awal menjalani hidup sebagai biarawan Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus maka dengan dipandu peraturan hidup dari Frater CMM, para Frater BHK mengadaptasi peraturan CMM tersebut untuk dijadikan/dibuat peraturan sendiri. Mgr. Schaepman tidak berkeberatan karena peraturan-peraturan Frater CMM yang disusun oleh Mgr. Swijsen pendirinya itu dianggap juga sesuai untuk Kongregasi Frater BHK yang didirikannya. Maka atas persetujuan Mgr. Schaepman pada bulan April 1879 para Frater BHK mencetak dan mempunyai peraturan sendiri.
Dari kenyataan ini sesungguhnya kita mengerti dari mana peraturan hidup atau yang sekarang disebut kontitusi kita itu berakar. Menelusuri akar konstitusi itu penting, setidak-tidaknya agar kita mengindahkan asal-usulnya, akarnya maupun tradisi spiritualnya kemudian mempelajarinya untuk mengetahui siapa kita ini dan bagaimana kita berkembang menjadi sebagaimana adanya kita sekarang ini.
Telah disinggung di atas bahwa para Frater generasi awal telah mengadaptasi peraturan Para Frater St. Perawan Maria , Bunda Yang Berbelaskasih ( CMM ) untuk dijadikan peraturan sendiri pada tahun 1879. Lebih lanjut kita akan menelusuri dari mana peraturan hidup Frater CMM.
Pada waktu pendirian Kongregasi CMM pada tahun 1844 oleh Mgr. Swijsen, kepada para Frater CMM belum diberikan peraturan sendiri. Para Frater CMM mengikuti “Peraturan Khusus” yang beliau susun untuk kongregasi yang lebih dahulu didirikannya yaitu para Suster Cinta Kasih dari Maria Yang Berbelaskasih ( SCMM ). Peraturan untuk Para Suster SCMM ini kemudian oleh Mgr. Swijsen diadaptasi untuk selanjutnya diberikan kepada Para Frater CMM sebagai “Peraturan Khusus” sendiri pada tahun 1857.
Sebelum mendirikan Kongregasi Frater-frater CMM, Mgr. Swijsen telah mendirikan Kongregasi Suster-suster SCMM pada tahun 1832. Pendiri 2 kongregasi ini mempelajari peraturan yang berspiritualitaskan Vinsensian yakni;Kanon Triest -Belgia ( Triest yang dimaksud adalah Petrus Josef Triest pendiri 4 kongregsi : Suster-suster Karitas, Bruder Karitas, Bruder-bruder dari Yohanes de Deo dan Suster-suster dari Kanak-kanak Yesus )dan Peraturan Munster yang disusun oleh Droste – Jerman ( Droste yang dimaksud adalah Clemen August Droste zu Vischering pendiri Kongregasi Suster-suster Perawat ). Dari 2 peraturan yang dipelajari itu akhirnya Mgr. Swijsen memilih Peraturan Munster untuk selanjutnya dipelajari dan diadaptasi bagi Peraturan Hidup Suster-suster SCMM pada tahun 1838.
Clemens August Droste Vischering adalah pendiri Kongregasi Suster Perawat yang kemudian dikenal dengan nama Suster-suster Belaskasih. Kegiatan suster-suster ini diarahkan untuk pelayanan orang sakit di Munster ( Jerman ), para susternya melaksanakan dalam semangat Puteri Kasih ( sebuah serikat yang didirikan oleh Vincent de Paul ). “Pendirian kongregasi oleh Droste diinspirasi oleh buku’Biography of St. Vincent de Paul”, dan sebuah booklet “L ‘esprit de St. Vincent de Paul”, demikian menurut Petrus Suparyanto. Lebih lanjut ia mengatakan: “Pada tahun 1833 Droste memberikan kepada Suster-suster , Peraturan Hidup tertulis, yang dikenal dengan “ verhaltungsregeln”. Peraturan Droste sangat dipengaruhi oleh Peraturan Vinsensius”.
Demikian kiranya dapat dijelaskan dari mana Konstitusi para Frater Bunda Hati Kudus berakar. Kalau diskemakan maka uraian di atas akan terlihat sebagai berikut:

Serikat Puteri Kasih (Vincent de Paul+Louisa de Marillac – Perancis)
I
Kongregasi Suster Perawat (Droste – Jerman)
I
Kongregasi Suster SCMM (Zwijen-Belanda)
I
Kongregasi Frater CMM (Zweijsen-Belanda)
I
Kongregasi Frater BHK (Schaepman-Belanda)
Pengakuan Resminya
Kongregasi Frater –Frater Bunda Hati Kudus sejak berdiri pada tahun 1873 hingga beberapa puluh tahun kemudian belum mendapat status wibawa hak pontifikal atau status wibawa hak diosesan. Namun keberadaan Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus yang pasti telah disetujui Uskup Agung Utrecht pada waktu pendiriannya, karena beliau sendirilah yang mendirikannya. Kenyataan ini diperkuat dengan pengumuman pemberitahuan Pendirian Kongregasi Para Frater Bunda Hati Kudus oleh Mgr. Schaepman pada anggota Pre – Sinode Keuskupan Agung Utrecht pada tanggal 24 Desember 1873.
Mgr. Schaepman bukanlah orang yang arogan, pendiri adalah orang yang arif, orang yang tidak mau menerabas aturan main untuk mencapai suatu maksud. Meskipun maksud itu untuk sesuatu yang baik, pendiri tetap menghormati dan berpegang pada aturan main.
Enam tahun pertama sejak pendiriannya pada 13 Agustus 1873 jelas belum mungkin dimintakan pengesahan /pengakuan resmi dari otoritas gereja karena Kongregasi Frater BHK belum punya peraturan sendiri.
Selain itu pendiri juga sadar bahwa kongregasi BHK yang didirikan dan di dampinginya selama kurang lebih 9 tahun hingga ia wafat 19 September 1882, jumlah anggota masih terlalu sedikit untuk menyandang status wibawa hak diosesan.
“Untuk mendirikan suatu lembaga baru yang menyandang status wibawa hak diosesan, setidaknya harus ada jumlah anggota tidak kurang dari 40 orang, yang mayoritas diantaranya harus sudah mengucapkan kaul kekal. Jumlah yang relatif cukup besar ini dimaksudkan untuk menjamin tingkat stabilitas dan kelanggengan tertentu”. Demikian menurut Elias L. Ayuban,Jr,CMF.
Kenyataan lain yang perlu dipahami,fakta sejarah berbicara bahwa sejak berdirinya kongregasi hingga permulaan abad ke XX kondisi ekonomi untuk menjamin otonomi perekonomian kongregasi belum cukup.Kenyataan ini diperkuat, frater Willibrordus Hollak yang perlu meminta-minta untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari .
Masa sesudah Mgr. Schaepman meninggal, kongregasi masih disibukkan dengan urusan konsolidasi ke dalam yang berkaitan dengan karya, ketenagaan maupun kepemimpinan. Terkait dengan masalah kepemimpinan ini berpuncak dengan keputusan Fr. Bonifasius Vonk ( Pemimpin Umum Pertama ) yang meninggalkan kongregasi pada tahun 1891. Joos van Vugt lebih lanjut dalam penelitiannya mengatakan: Pada tahun 1891, Vonk dengan tenang meninggalkan kongregsi karena kedudukannya tidak dapat dipertahankan lagi. Akan tetapi, kepergiaannya yang tiba-tiba itu menjerumuskan kongregasi ke dalam keadaan krisis yang berlangsung beberapa tahun lamanya. Lebih lanjut Joos van Vugt juga mengatakan:” Jika dibandingkan dengan keempat kongregsi yang lain( CSA, FIC,CMM,MTB ) permulaan Kongregasi BHK-lah yang paling sulit”.
Memasuki dasa warsa kedua abad ke XX kongregasi mengalami perkembangan yang bagus baik dari segi karya maupun jumlah anggota. Fr. Stanislaus Glaudemans ( 1914-1930 ) sebagai Pemimpin Umum, menyadari kekurangan kongregasi yang dipimpinnya yakni belum adanya suatu akte/pendirian kanonik bagi Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus yang dipimpinnya. Menyadari pentingnya akte pendirian untuk mendapatkan hak mendasar kongregasi religius maka diupayakan pengakuan kanoniknya.
Usahanya ini berhasil dan akhirnya Mgr. Henricus van De Wetering( Uskup Agung Utrecht ) memberikan “decretum recognitiones” (dekrit pengakuan ) pada tanggal 6 Maret 1923 . Demikian bunyi petikan dekrit tersebut: “ ditetapkan bahwa sesudah merundingkannya dengan para Uskup yang lain dan kalau mereka ini paling sedikit tidak menentangnya , kepada kongregasi-kongregasi semacam ini diberikan sebuah “decretum recognitiones “, yang mempunyai kekuatan untuk memperbaiki kekurangannya berupa tidak adanya suatu pendirian kanonik, asal saja itu terjadi di masa lampau dan asal memang diperlukan: oleh karena itu, dengan dekrit resmi kami ini, bersama ini kami menyatakan telah didirikan dengan sah suatu kongregasi Religius berdasarkan Hukum Keuskupan, yaitu Kongregasi Para Frater Bunda Hati Kudus di Utrecht, Keuskupan Agung Utrecht”.
Melihat uraian di atas Sungguh suatu perjalanan yang panjang dan sarat makna, setelah 50 tahun sejak berdirinya 13 Agustus 1873 baru kemudian pada 6 Maret 1923 mendapatkan pengakuan status wibawa hak diosesan.
Malang, 19 September 2009
Peringatan ke- 127 wafat pendiri
SUMBER:
  1. Konstitusi Kongergasi Frater-frater Bunda Hati Kudus. Utrecht 1997
  2. Konstitusi Para Frater St. Perawan Maria, Bunda yang Berbelaskasih. Tilburg 1990
  3. Vught, Joos.P.A, Bruder-Bruder dan Karya Mereka. Yogjakarta : Kanisius ,2005
  4. Perdon, Kees dan Leo Ruiternberg. Sejarah Singkat Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus masa Awal
di Utreacht – negeri Belanda 1871 – 1891.Zeist 2008
  1. Suparyanto FIC, Petrus, Bertolak Dari Spiritualitas pendiri. Yogyakarta : Gunung Sopai , 2008
  2. Vught, Joos,P.A, Dengan Kepeduliaan & kesederhanaan. Yogyakarta: Kanisius, 2005
  3. Arsip Kongregasi, map 1, no 4. Decretum recognitiones. Utrecht 1923
  4. Berg,fr.Bertrandus van den ,”Historica XVII: Surat kedelapan Mgr. Schaepman kepada Mgr. Swijsen. Utrecht, 9 Februari 1874”,
dalam Onder Ons Januari 1963.
  1. L.Ayuban,Jr,CMF,Elias. Topik-Topik Kanonik Berkenaan dengan Tradisi Kehidupan Religius.Medan: Bina Media perintis,2008

Tidak ada komentar: