Rabu, 26 Januari 2011

PINGIN SABAR ? BELAJARLAH DARI MEREKA YANG SAKIT JIWA

 Oleh : Fr. M. Siardus, BHK (novis 2)

 

Saya merasa bahwa pengalaman selama masa live in membuat saya sangat sulit untuk melupakan segala kenangan yang terjadi selama sebulan penuh. keberadaanku bersama para pasien yang dengan segala keunikannya serta tingkah laku yang berbeda-beda itu seakan tak terasa dan tak terbayangkan bahwa saya harus berpisah bersama mereka.
Yayasan Mutiara Bunda adalah sebuah yayasan yang merawat sekaligus menampung orang-orang yang mengalami depresi tingkat tinggi, itu artinya mereka menglami gangugan jiwa. Tetapi mereka tidak sebegitu para seperti orang gila yang kita jumpai di kalangan umum atau pun dijalan dengan tinggkat yang lebih para dan tak terawat dengan baik, kemomos serta jorok. Namun mereka itu adalah orang-orang yang kesadarannya masih sangat baik dan hanya membutuhkan penyembuhan atau terapi pengobatan istilahnya healing. Dan rata-rata dari antara mereka adalah orang-orang tioghoa, dengan berbagai latar belakang yang berbeda-beda pula. Juga mereka itu sangat normal sama seperti kita ini, apabila diajak ngomong sangat nyambung, bahkan lebih pandai ngomongnya dari pada saya. Selain itu mereka juga bisa melakukuan aktifitas dan kegiatan seperti orang lain, misalnya nyapu, masak, berkebun, dan lain sebagainya yang mereka sendiri sudah biasa melakukannya. Namun ada juga dari antara mereka yang sama sekali tidak bisa melakukan apa-apa, tak ada harapan dari antara mereka itu. Kehidupan mereka hanya bergantung pada obat-obatan dan juga belaskasihan, kasihan benar hidup mereka itu, gumanku didalam hati, padahal keluarga mereka adalah orang yang sangat berada (orang-orang kaya) tapi nasib anak dan saudara-saudari mereka menderita dan terlantar. Wah sulit bagiku untuk mengerti semua ini. Di yayasan Mutiara Bunda inilah saya dan fr. Alfons merajut mimpi nyata kami untuk tinggal sekaligus mengalami dan merasakan kehidupan orang-orang tersebut.
Satu bulan buatku adalah rentangan waktu yang cukup lama selama berada di rumah rehabilitasi Mutiara Bunda itu. Tentu secara pribadi banyak pengalaman suka-duka, baik-buruk yang aku alami. Pengalaman yang paling menyakitkan dan yang paling berat ialah mengatur pola hidup mereka yang kacau balau dan tak teratur. Ini adalah pengalamanku yang paling berat, dimana aku harus membersihkan hampir setiap saat bau kencing dan tinja yang masih mengapung di kloset, apalagi toilet disana berada di dalam kamar, wah menjijikan sekali bila dibiarkan tidak membersihkan. Mungkin bagi mereka nggak masalah tapi bagi aku wah.. ketelaluan banget. Aku memang agak sedikit kesal bila melihat ketidak beresan seperti itu, tapi apa boleh buat demi suatu nilai aku ingin melakukan sekali itu buruk, aku sendiri tak mengerti roh apa yang membuatku tergerak untuk rela membersihkannya sekalipun hidungku kusumbat, soalnya baunya sedap banget. Aku teringat akan sebuah perikop injil yakni (Titus  33:5) yang mengayakan bahwa” pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus”. hal ini meyakinkanku bilamana aku senantiasa disadarkan bahwa ternyata ada yang lebih berharga yang dilakukan Tuhan kepadaku.
Tetapi ada juga pengalaman yang berharga yang sulit untuk dilupakan dimana seorang pasien mengajari aku bagaimana menjadi seorang religius yang rendah hati dan sabar. Ketika itu aku hendak tidur malam, tetapi aku nggak bisa tidur soalnya pasien tidurnya mendengkur, sehingga bunyi menganggu kupingku. Selain itu ada pasien yang sering ngigo sambil teriak-teriak, ada lagi yang nyanyi-nyanyi, padahal sudah larut malam wah sebel aku. Aku hanya bisa tertawa dan tahan nafas saja. Hari-hari pertama memang aku rasakan agak aneh terhadap hal-hal yang luar biasa yang mengganggu ketenanganku selama aku sekamar dengan para pasien disana. Tetapi lama-kelamaan aku sudah kebal dan terbiasa dengan kebisingan-kebisingan tersebut. Disitulah aku merasa ditantang, walaupun sepele perkaranya tapi aku berusaha untuk sabar dan memakluminnya, dalam berbagai situasi apapun dan bagaimanapun. Disutu aku belajar untuk menahan sekaligus mengukur diriku sendiri apakah aku sanggup menjadi diriku sendiri ditengah para pasien yang berkelainan seperti itu. Peristiwa ini cukup berharga bagi diriku untuk berani memilih jalan hidup seperti ini yang penuh tantangan dan cobaan yang harus ditantang bukannya untuk ditentang sebagaimana Yesus menantang orang-orang farisi yang mengaangap dirinya bersih, suci, tetapi hatinya penuh kedengkian dan kebusukan.
Aku selalu bertanya-tanya kenapa kok, live In kami berbeda-beda, ada yang jadi mulung, ada yang di rehabilitasi penyandang kusta, lalu ada yang di Yayasan penyadang cacat, mental dan jiwa. Memang hubungannya apa antara aku yang sebagai religius frater Bunda Hati Kudus yang prihatin terhadap kaum miskin seasuai teladan Vincensius A Paulo, tapi ini malah disuruh tingal dan rasakan bersama orang yang sakit mental dan jiwa, wah bisa-bisa gawat nih..tetapi setelah aku menyadari ternyata mereka itu jauh lebih miskin, merka sangat membuthkan perhatianm, sentuhan dan cinta. Dari situlah aku baru mengerti maksud itu semua. Sebuah ungkapan indah Vincensius A Paulo yang masih membekas di benakku ialah orang “miskin adalah majikannku”.


Doaku Bagi Saudara-Saudari Di Yayasan Mutiara Bunda

Allah Bapa sumber kehidupan, semoga kasih-Mu senantiasa memancarkan ke dalam lubuk hati saudara-saudari di yayasan mutiara bunda, karena kehidupan yang mereka rasakan sangatlah mempengaruhi tingkah laku dan perbuatan mereka sendiri. Padahal mereka selalu mengharapkan suatu mukjizat dari padamu ya Tuhan melalui permohonan doa yang mereka panjatkan kepadamu pagi sore secara rutin agar penderitaan jiwa mereka cepat kambuh serta kerinduan tuk bertemu keluarganya kembali. Semoga mereka tak pernah lelah memuji-Mu ya Tuhan, melaiankan dengan semagat yang api cinta ilahi mereka diberkati dan dijiwai oleh roh kudus-Mu sendiri. Amin.

Tidak ada komentar: