Kamis, 20 Oktober 2011

Rekoleksi 1 : Spiritualitas Kelemahan dalam Konteks Hidup Komunitas


Oleh: Fr. M. Patrik, BHK
Tema: Spiritualitas Kelemahan dalam Konteks Hidup Komunitas




Paus Benediktus XVI :
“Menjadi Kristiani bukan akibat dari pilihan etik atau pikiran yang tinggi
melainkan sebuah PERTEMUAN dengan suatu PERISTIWA, SESEORANG, yang memberi hidup suatu cakrawala yang baru dan orientasi yang menentukan”


Kita adalah kristiani karena kita bertemu dengan Yesus yang mengejutkan, dan menjadi titik tolak bagi kita, yang menjadi saat panggilan, jadi bukan karena kaul. Dan pertemuan itu  bisa terjadi sekarang, kita terlalu berpikir tentang dulu dan tidak cukup sadar bahwa Yesus hadir sekarang.  Kita telah mengenal dan percaya akan kasih Allah pada kita. Dan kita telah mengenalNya dan percaya. Pertemuan itu merupakan momen emas dimana di dalamnya kita dapat mengalami perjumpaan dengan peristiwa dan pribadi-pribadi yang menjadikan kita secara lebih riil menghayati iman dalam kebersaman. Dalam perjumpaan/pertemuan itulah menjadi nyata kedalaman iman kita terbangun dan mewujud. Komunitas menjadi sebuah momen pertemuan tersebut.

Anugerah orang sulit
Ada banyak orang sulit dalam komunitas kita, yaitu : kita semua. Untuk orang tertentu kita semua adalah orang sulit. Kita mudah melihat kesalahan pada orang yang tidak kita sukai, padahal orang itu adalah anugerah Tuhan terbesar bagi kita. Karena melalui orang itu kita akan belajar mencintai. Orang itu menjadi saksi bahwa kita belum bisa mencintai, masih punya kesombongan. Jika kita tekun kita akan bisa mencintai dia, jika bisa maka kita sudah belajar mencintai orang sulit lain, karena saya yang berubah, saya semakin mengenal diri sendiri. Dalam arti itu kita semua menjadi anugerah satu sama lain. Dia dipilih Tuhan untuk masuk komunitas bagi saya. Kalau kita dipanggil untuk mencintai semua orang, bukan hanya yang cocok saja. Saya tidak bisa tidak sadar bahwa saya menolak seseorang. Akar semuanya adalah di dalam hati saya, jika kita bisa semakin mengenal diri sendiri. Ini spiritualitas kelemahan, bukan bahwa kita mau menjadi kuat tetapi kita mau mengenal kelemahan sendiri, lalu baru bisa menerima kelemahan orang lain, dari pengalaman hati sendiri. Lalu kita diselamatkan dari dosa terbesar yang adalah mengadili saudara kita. Murid Yesus berasal dari macam-macam golongan, saling tidak cocok, tapi Yesus bilang bahwa kamu harus saling mencintai seperti Aku mencintai kamu. Dia memberi waktu agar kita bisa mencintai seperti Yesus sendiri. Itu panggilan kepada komunio

Komunio – genius feminin
Bagi saya itu berarti suatu kemampuan, rahmat, intuisi, kepekaan untuk membangun komunio. Dulu mungkin itu dilihat sebagai kelemahan wanita, lebih membutuhkan relasi. Tapi kalau kita sadar bahwa kita mau membangun relasi timbal balik, mungkin wanita punya anugerah yang perlu disharingkan dengan kaum pria. Menurut Yohanes Paulus II, dalam tulisannya tentang wanita dan milenium baru, tugas wanita adalah untuk menyebarkan antropologi baru bahwa manusia adalah a relation of being. Komunitas komunio sebagai dasar hidup religius telah ditulis 11 tahun yang lalu. Komunitas religius bukan kumpulan orang kristiani yang mencari kesempurnaan pribadi, secara jauh lebih dalam merupakan partisipasi dalam dan kesaksian akan misteri Gereja, karena komunita religius adalah ungkapan hidup dan perwujudan dari komunio triniter dan Bapa telah menghendaki bahwa pria dan wanita mengambil bagian komunio itu dalam Putera dan dalam Roh. Kita adalah suatu kehadiran misteri trinitas.  Menghadirkan Allah justru dalam komunitas persaudaraan. Hidup religius adalah suatu perjalanan bersama yang turun lewat jalan kerendahan hati mengikuti kristus bersama ke dalam misteri kematian dan kebangkitannya, menemukan bersama kebenaran dan keindahan Mazmur 133: betapa indah dan baiknya hidup dalam persaudaraan. Dengan demikian orang lain akan tertarik lewat kesaksian sesuatu yang berbeda. Mereka akan tahu bahwa kamu adalah muridKu dari cinta kasih satu sama lain. Membangun komunitas  berarti rela menderita, membuka hati dan mengikuti Yesus bersama, bukan masing-masing secara individualis. Berarti saling mencinta dalam  kebenaran, saling membantu bertobat, berani mengoreksi, hidup dalam rekonsilisasi terus-menerus, pengampunan timbal-balik. Wanita biasanya lebih dekat dengan kenyataan penderitaan dalam tubuhnya sendiri tiap bulan. Kita masing-masing komunitas harus percaya bahwa Roh sedang mendampingi dan membimbing kita.

Peranan komunitas dalam formasi:
Ada dokumen tentang formasi dimana dibicarakan semua yang berperan pada kaum muda dalam hidup religius Pertama-tama yang berperan adalah  Roh kudus, lalu Bunda Maria, Gereja, komunitas, dan pembimbing. Teladan dari komunitas menjadi sangat penting bagi para anggota dan calon anggota, jauh lebih penting dari kursus-kursus, dan justru itu yang membentuk. Manusia belajar jauh lebih banyak dari hidup daripada dari buku. Dalam pendidikan yang terlalu rasional, hanya memberikan banyak informasi, tetapi orang tidak menjadi manusia. Itu berarti belajar dari kesalahan daripada menghindari kesalahan. Itu semua jadi masalah dalam banyak tarekat bahwa spiritualitas tidak boleh salah. Orang menjadi takut salah, karena merasa harus baik, harus sempurna. Padahal kesalahan adalah sebuah cara belajar, dalam apa saja. Bagaimana belajar berelasi, belajar berkomunitas, melalui kesalahan. Harus ada ruang untuk kesalahan, karena dimana ada ruang untuk kesalahan ada ruang untuk belas kasihan. Orang boleh menyadari bahwa saya boleh salah dan saya tetap dicintai. Ini semua bagian dari spiritualitas kelemahan. Spiritualitas yang mau mencari kuat itu bukan kristiani.  Dan itu suatu revolusi dan kita harus membiarkan itu terjadi dalam diri kita dan dalam komunitas kita.

Yesus sendiri sejak awal mula karyaNya, memerlukan komunitas. Komunitas para murid yang Dia pilih lahir dari pribadi dengan segala kelemahan, kerapuhan dan kekuatan mereka. Selama hidupnya Yesus mendidik para murid akan pentingnya komunitas. Dalam komunitas yang dibentukNya itu, Yesus mau menekankan bagaimana mereka dapat belajar mencintai daripadanya. Yesus sendiri berpesan,”..sebab aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi.”(Yoh 13:34). Secara lebih nyata, Yesus memberi kesempatan bagi mereka untuk berani menerima kelemahan dan kerapuhan mereka; namun mendorong untuk menyikapinya secara lebih tepat. Thomas yang kurang percaya, Petrus yang sombong emosional, berpikir pendek, iri hati; Yohanes dan Yakobus yang haus posisi dan sebagainya. Yudaspun tetap diberi kesempatan berbuat salah/dosa. Sikap terhadap kelemahan itulah yang paling utama. Yesus tetap mencintai dan meminta muridNya juga mencintai orang yang “lemah dan jatuh dalam kesalahannya”. Rasul Paulus sendiri menyatakan,”dosa semakin bertambah, rahmat semakin berlimpah,”. Dia meyakini, bahwa justru dalam kelemahanlah rahmat Tuhan semakin dirasakannya.” Hal ini bukan berarti kita boleh berbuat salah dan dosa seenaknya, melainkan kita diundang untuk semakin mengenal kelemahan kita, menerimanya tanpa menghindari-mengingkari. Sikap iman yang diharapkan kita diminta melihat kelemahan kita dan menjadikan kita semakin mengenal diri kita semakin mendalam. Kita tidak lari dari penerimaan atas kelemahan kita, melainkan menerimanya sebagai bagian dari diri kita, dan akhirnya kita akan semakin lebih manusiawi. Komunitas yang hendak kita bangun adalah komunitas yang kita pandang sebagai komunitas yang memberi ruang bagiku yang berbuat salah ini; dan tetap merasakan bahwa aku dicintai dan diterima oleh anggota komunitasku tanpa merasa aku dihakimi. Dengan komunitas demikian aku akan merasa bahagia, krasan, senang, at home dengan komunitasku karena aku dibentuk dan didewasakan oleh perjumpaan mendalam dan personal dalam komunitas.

Refleksi Pribadi
1.      Setelah membaca bahan di atas, bagian pokok refleksi manakah yang menarik, menyentuh atau memberikan inspirasi bagi refleksiku? Mengapa?
2.      Bagaimana pengalamanku bila aku merasa “lemah” di dalam kebersamaan komunitasku selama ini?
3.      Sumbangan berharga apakah yang aku rasakan dari komunitasku dalam proses kedewasaanku secara pribadi, rohani dan panggilanku selama ini?




Tidak ada komentar: