Kamis, 27 Oktober 2011

Rekoleksi 5: Doa - Momen emas untuk mengenal diri, orang lain dan Allah


 Oleh: Fr. M. Patrik Totok Mardianto,BHK

Tema :
DOA: MOMEN EMAS UNTUK MENGENAL DIRI, ORANG LAIN DAN ALLAH
AKU MEMINTA

Aku meminta Allah mengangkat kesombonganku
Dan Allah menjawab, ”Tidak.”
Ia berkata bukan bagian-Nya untuk mengangkat hal itu,
Tetapi bagianku untuk menyerahkannya.

Aku meminta agar Allah menyembuhkan anakku yang cacat
Tetapi Ia berkata ”Tidak.”
Ia berkata bahwa rohnya utuh dan sempurna
Tubuh hanya sementara

Aku meminta Allah untuk memberikanku kesabaran
Dan Allah berkata ”Tidak.”
Ia katakan kesabaran adalah hasil dari tantangan dan pencobaan
Hal itu tidak diberikan, tetapi diperoleh dengan usaha

Aku meminta Allah untuk memberikanku kebahagiaan
Dan Allah berkata ”Tidak.”
Ia katakan Ia memberikan berkat
Tetapi kebahagiaan tergantung pada diriku sendiri

Aku meminta agar Allah menghindarkan aku dari kepedihan
Dan Allah berkata ”Tidak.”
Ia katakan, penderitaan menjauhkanku dari kesenangan dunia
Dan mendekatkanku pada-Nya

Aku meminta pada Allah untuk menumbuhkan rohku
Dan Allah berkata ”Tidak.”
Ia katakan, aku harus belajar bertumbuh sendiri
Tetapi Ia akan membersihkan rantingku dan membuatku berbuah.

Aku bertanya pada Allah apakah Ia mengasihiku
Dan Allah berkata “Ya.”
Ia berikan Anak-Nya yang tunggal untuk mati bagiku
Dan aku akan berada di surga suatu hari nanti.
Karena... aku percaya

Aku meminta agar Allah menolongku mengasihi orang lain
Seperti Ia mengasihiku
Dan Allah berkata,
”Ah, akhirnya engkau mengerti...”

Dalam berdoa, lebih baik memakai hati tanpa kata – kata
daripada dengan kata – kata tanpa hati”
- John Bunyan (1628 – 1688)
DOA adalah relasi kasih kita dengan Allah dalam cinta
.
DOA / hidup rohani merupakan relasi kita dengan Allah dalam cinta. Relasi yang mendalam mensyaratkan keikutsertaan hati kita. Selanjutnya, hati merupakan ekspresi dari keseluruhan diri kita, maka bila berdoa dengan hati, berarti kita berdoa – berelasi dengan ALLAH dengan seluruh diri kita, bukan hanya dengan kata-kata manis; dengan pikiran kita saja. Kerapkali kita memperoleh pengertian tentang doa sebaai kegiatan keagamaan, kegiatan dengan symbol tertentu, dengan mengucapkan tertentu. Maka tidak jarang bila orang tidak bisa bicara dan enggan berkegiatan maka enggan pula untuk datang dan berdoa. Doa perlu disadari kembali sebagai suatu relasi personal dengan Allah dalam cinta. Doa yang otentik dan berdaya untuk hidup adalah doa dengan hati; dengan seluruh diri dan pergulatan kita. Bila tidak menyertakan HATI, kerap doa sebatas hanya kata-kata, kurang terasa dan mudah bosan dan ingin selalu menantikan hasil. Doa yang demikian kerap menjadikan orang malas dan tidak peduli dengan doa tersebut.

Doa sebagai relasi hati dengan Allah dalam cinta memiliki aspek personal dan kontinue. Personal berarti relasi tersebut amat pribadi, yakni hatiku dengan segala dinamikanya, baik sedih, sudah, duka, gembira kuhaturkan dan kupersembahkan kepadaNya. Relasi yang personal merupakan relasi yang mendalam. Seperti halnya kalau kita memiliki relasi dengan sahabat, kita akan terbuka. Demikian pula dengan Allah, dalam doa kita akan berani untuk “transparan” di hadapanNya karena Dia amat mengerti keadaan hidup kita. Dengan sikap ini pribadi akan menjadi amat dekat dan bertumbuhkembang dalam Tuhan. Doa dengan hati juga membutuhkan kontinuitas/kelangsungan terus-menerus. Doa yang mendalam dibangun bukan karena kalau kita butuh/perlu atau sedang susah; atau sebaliknya bila berdoa menunggu kalau tidak sibuk; atau menunggu bila tak ada masalah. Keberlangsungan doa yang terus-menerus menujukkan KERINDUAN yang menjadi aspek penting RELASI dalam CINTA. Apakah aku selama ini amat personal dan berkelanjutan dalam doa? Atau masih kalau ada perlu saja?

Daya kekuatan doa
DOA merupakan relasi komunikasi hati kita dengan Allah. Relasi yang terbangun secara mendalam dalam doa menjadikan kita mengalami daya Transformasi hidup dalam Allah. Pada tahap awal hidup doa kerap masih sebatas berdoa untuk ‘menyampaikan sesuatu, memohon, memuji dst’. Arahnya dari bawah / kita menuju Allah. Pada tahap doa yang lebih mendalam, hati kita diubah oleh Allah sendiri. Dalam RohNya, kita diundang semakin memahami kehendakNya dalam hidup kita, atas pribadi kita. Semakin dekat relasi yang kita bangun menjadikan kita semakin merasa dekat, memahami pribadi yg kita ajak berelasi. Demikian jugalah relasi dengan Allah. Kita dapat belajar dari Bunda Maria yang menyeraahkan hidup pada kehendakNya denan fiatnya, “aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku, menurut perkataanmu” (Bdk Luk 1:38), atau juga sperti pengalaman doa Samuel yang dituntun oleh Guru Eli untuk mendengarkan kehendakNya, “berbicaralah, sebab hambaMu ini mendengarkan” (bdk. 1 Sam 3:10). Keterbukaan seperti inilah yang menjadikan hati kita DIUBAH oleh Allah sendiri. Bagaimana dengan aku dalam doaku?

Dengan berdoa kita akan semakin dihantar pada “penemuan diri” kita. Diri kita merupakan misteri. Kita tak akan pernah selesai mampu mengerti diri kita sepenuhnya. Sebagai pribadi yang senantiasa diundang untuk semakin menyempurnakan diri di tengah kealpaan kita. Semakin menjadalam doa yang kita bangun, memampukan kita untuk ke kedalaman jati diri kita yang mendalam. Selalu ada saja hal yang dapat kita temukan dari diri kita bila kita sungguh berdoa dengan hati kita dan bukan sekedar kata-kata. St. Vinsensius pun memiliki keyakinan akan kekuatan doa, maka beliau pun berdoa,”Ya Allah, berikanlah kami hati seorang pendoa sebab dengan itu akan sanggup melakukan segalanya.” . Sahabat pendoa menyatakan, salah satu hambatan kita berdoa karena kita kurang berani berhadapan dengan diri kita sendiri dalam doa. Akhirnya yang terjadi, kerap kita tidak nyaman dalam doa, dalam keheningan.
Dalam doa dengan hati kita selalu diundang dalam kebebasan untuk kembali ke dalam hati kita, menemukan diri kita, bersyukur atas kehadiranNya. Selanjutnya berbuah dengan sanggup “menerima” saudara dalam relasi cinta. Dan kehadiran Allah sungguh amat nyata kita rasakan dalam hati kita, dalam perjumpaan dan dalam keheningan. Doa yang lahir dari hati berdaya ubah atas hidup kita. Sudikah kita kembali “merajut’ dan melatih membangun relasi hati ini?

Praksis hidup rohani/doa
·   Doa yang otentik adalah doa yang menyuburkan hidup dan hidup itu pulalah yang menjadi bahan atau isi doa kita. Hidup eksistensial dan doa kita merupakan satu kenyataan bukan dua yang terpisah. Maka kerap beberapa pribadi merasa bahwa ketika memperhatikan kerja dan pelayanan maka doa dapat diganti; bahkan disisihkan. Hal yang kurang tepat.
·   Banyak halangan yang membuat kita enggan berdoa. Ada yang menyatakan karena ada masalah, kurang serius, malas, kurang konsentrasi, hanya diam dan lain – lain. Doa yang baik adalah doa yang lahir dari hati kita. Ini berarti seluruh dinamika hidup kitalah, baik sedih, gembira, susah, derita, gelap, terang dll menjadi isi doa kita. Ketika kita memahami doa sebatas hadir dan mengucapkan kata-kata (kurang mengikutsertakan hati dengan segala yang ada), maka kerap doa menjadi doa yang kering. Apakah aku berani membawa seluruh diriku dalam doa?
·   Doa juga menjadi kurang bermakna atau kurang nyaman bagi orang tertentu Karena dengan doa orang dihantar pada penemuan diri sendiri. Bila seseorang memiliki sikap “kurang mampu menerima keadaan diri” kerap doa ditinggalkan dan jatuh pada formalism dan rasionalisasi pembenaran diri.

Refleksi Pribadi
1.       Apa yang tengah terjadi dalam pergulatan hidup doaku selama ini?
2.       Bagaimana pengaruh hidup doa/rohaniku dengan perjalanan iman, panggilan, pengenalan akan diriku? Mengapa demikian?
3.       Buatlah ekpresi tertentu sebagai buah dari permenungan tema hidup doa anda. Ekspresi bisa berbentuk tulisan singkat, renungan, refleksi, penemuan diri, puisi, gambar dll.

Tidak ada komentar: