Kamis, 27 Oktober 2011

Rekoleksi 4: Doa - membangun kesatuan hati dan pengalaman akan Allah


 Oleh : Fr. M. Patrik Totok Mardianto, BHK



Tema :
DOA : MEMBANGUN KESATUAN HATI DAN PENGALAMAN AKAN ALLAH

Bulan Oktober adalah bulan DOA dan HIDUP ROHANI. Bulan ini mengajak kita untuk secara lebih dalam melihat hidup doa dan hidup rohani kita. Hal pokok berkaitan doa dan hidup rohani adalah tidak sekedar jadual doa, rutinitas doa, atau kegiatan doa, melainkan bagaimanakah aku mengupayakan segala bentuk untuk menyatukan hati dengan Allah sendiri.

Bertolak dari tema, kita diajak untuk secara pribadi dan bersama konfrater dalam komunitas untuk sejenak memperhatikan tiga poin penting berkaitan dengan doa yang dapat kita dalami, yakni “membangun”, “kesatuan hati” dan “pengalaman akan Allah“. Membangun berarti sejauhmana sebenarnya aku membangun hidup doa dan kerohanianku selama ini ? Apakah doaku selama ini sudah menyiratkan „kesatuan hati“ku dengan Dia ? atau sebatas rutinitas belaka. Dan akhirnya, apakah aku sungguh sanggup mengalami Allah bagiku secara pribadi dalam doa pribadi dan dalam pengalaman hidupku ?
Semoga karunia Roh Kudus-Nya menaungi kita sekalian dalam rekoleksi kita dalam keheningan kita hari-hari ini. Terima kasih.


Refleksi I
DOA : Membangun kesatuan hati dengan Allah dan Sesama

Sehati dengan Allah

Kata ”sehati” mengadaikan arti satu hati. Hati dalam konteks spiritualitas, merujuk pada keseluruhan diri dan jati diri serta hidup kita sebagai seorang pribadi. Maka bila setiap pribadi sanggup menyelami kedalaman hatinya dan memberi dirinya dengan segenap hati, itu berarti pribadi tsb sungguh memperkembangkan diri secara utuh dan mendalam. Hakikat kita sendiri adalah sebagai makluk rohani/spiritual, dimana kita akan senantiasa terdorong untuk bersatu hati dengan Allah sang sumber hidup, asal dan sumber hidup kita. Kita dianugerahi Allah di dalam hati kita suatu kekuatan yang mendorong dan memampukan untuk ”terarah” kepada Dia sendiri. Dorongan inilah yang kiranya perlu disegarkan dan dipupuk agar setiap pribadi beriman semakin mampu mengarahkan hidup kepada Allah sendiri. Setiap pribadi kiranya baik berani untuk memasuki uang hati mereka sendiri.
         Doa adalah jalan terbaik bagi kita untuk membangun kesatuan hati dan dengan Allah. Doa itu sendiri pada dasarnya merupakan suatu komunikasi dua hati dari dua pribadi yang erat dan personal. Semakin setiap pribadi itu membangun hidup doa dan rohani dalam keseharian, semakin ia dituntun untuk semakin masuk ke kedalaman hatinya sendiri. Dengan demikian ia akan menemukan ”keadaan hatinya”, ”kehendak Allah baginya” dan ”keadaan dirinya di hadapan Allah”, terutama Allah yang secara khusus memanggilnya. Komunikasi hati menjadikan setip pribadi menyatukan hatinya dengan ”hati” Allah sendiri. Hati Allah artinya seluruh kehendak-Nya, apa yang diharapkan-Nya atas kita. Dan kita mengenal hati Allah lewat Hati Putera-Nya sendiri, yakni Yesus Kristus. Dengan doa sebagai komunikasi dua hati, setiap pribadi beriman akan terdorong untuk semakin mendalam mengenal dirinya dan Yesus yang memberikan hati-Nya, seluruh diri-Nya sepenuh-Nya kepada setiap kita. Dengan demikian, doa sungguh mempunyai kekuatan luar biasa dalam mentransformasikan diri setiap pribadi beriman ke dalam hidup Allah sendiri. Doa yang demikian akan menjadi daya dorong kepada pribadi beriman untuk semakin mampu menangkap kehendak-Nya dalam hidup sehari-hari. Apa yang dipikirkan, diputuskan, dillakukan semuanya lahir dari kedalaman hatinya. Jadi tepatlah ungkapan iman St.Paulus, orang demikian akan, ”hidup berdasarkan roh” (bdk. Rm 8:1-17)


Sehati Sejiwa dalam Kesatuan bersama Pribadi Lain

Pengalaman ”kesehatian” dengan Allah menjadikan setiap pribadi beriman semakin bersatu hati dengan sesamanya. Doa sebagai komunikasi iman dan  2 hati , dua pribadi yang personal menumbuhkan transformasi dalam pribadi itu sendiri, namun juga buah dari transformasi diri tersebut memiliki dimensi komunal. Hal ini berarti semakin setiap pribadi beriman membangun relasi  hati yang berkualitas dengan Allah semakin ia sanggup membangun kesehatian dengan sesamanya. Maka tepatlah hukum kasih yang diwariskan Yesus sendiri kepada kita, yakni kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama (bdk. Mat 22:34-40). Semakin kita mengasihi Allah, semakin kita mengasihi sesama kita.
Doa sebagai komunikasi dua hati menjadi sarana efektif membangun kesehatian kita dengan sesama kita. Melalui proses doa tersebut, setiap pribadi beriman berhadapan diri mereka sendiri dengan diri sendiri dan dengan Allah secara otentik di tengah konteks pengalaman bersama orang lain. Melalui doa sebagai komunikasi hati, sang pendoa akan berani jujur dengan diri sendiri di hadapan Tuhan akan keadaannya, perasaannya, pengalamannya, gerak hatinya bahkan luka-luka dan kelemahannya. Jadi dalam doa yang efektif dan mendalam, doa tidak lagi mengandalkan banyaknya kata, melainkan dalamnya ikatan hati sang pendoa dengan Allah. Dalam keheningan dan kesunyian batin, Allah menawarkan jalan-Nya, pilihan-Nya yang sangat mengandalkan kebebasan kita untuk mengenakannya. Sungguh doa merupakan sumber kekuatan dan energi bagi setiap pribadi beriman untuk semakin sehati dengan Allah, sesama dan dengan diri sendiri. Semakin dalam doa yang dibangun, semakin kita mengenal Allah dan mengenal diri kita di hadapan-Nya.

Doa sebagai sarana membangun kesatuan hati membutuhkan kebebasan

Doa sebagai komunikasi dua pribadi yang personal tidak serta merta otomatis menjadikan setiap pribadi berubah dan bertransformasi dalam hidup Allah sendiri. Semua mengandaikan kebebasan sang pendoa sendiri. ”Keputusan” terbesar terletak pada kehendak sang pendoa apakah membuka hatinya untuk relasi semakin dekat dan mendalam. Tidak semudah membalikkan  telapan tangan langsung kita memperoleh buah-buah doa yang menyatukan hati. Faktor penghambat  dapat datang dari dalam diri setiap pribadi sendiri. Selama pribadi tidak membuka hati, selama itu pula doa tidak akan membawa dampak bagi hidup baik bagi hidup pribadi maupun dalam relasinya dengan sesama. Allah memang menawarkan ”hidupNya” dalam Yesus, namun tetap Allah menghargai kebebasan kita. Allah tidak akan meniadakan kebebasan kita. Maka semua terletak pada diri kita sendiri. Beranikah kita membuka hati bagi Allah ? beranikah sejenak kita tidak sekedar perhatian pada ego kita ? Beranikah kita melawan kecenderungan kita yg kurang sehat untuk mengaharahkan perhatian kepada Dia, juga sesama ?

Pertanyaan Refleksi Pribadi
1.    Berdasarkan pengalaman, bagaimana pola dan dinamika hidup doa dan rohani frater selama ini ? mengapa demikian ?
2.    Bila hidup doa kendor dan tak teratur apa pengaruhnya bagi hidup frater ? bila hidup doa secara perlahan tertata apa pula pengaruhnya bagi frater ? (pengaruh bisa terhadap doa itu sendiri, kepribadian, relasi, pengabdian, panggilan, motivasi dan sebagainya)
3.    Hal-hal apakah yang Frater sendiri temukan dalam diri, tetang segala sesuatu yang menjadi hambatan dalam membangun hidup doa/rohani selama ini ? mengapa demikian ?
4.    Apakah selama ini Frater dapat menilai hidup doa Frater sebagai komunikasi hati dengan Allah atau sebatas rutinitas kegiatan yang kering? Mengapa ?


Doa Penutup Refleksi Pribadi 1

Bapa yang baik...
Kebaikan-Mu tak terselami olehku. Kebesaran-Mu tak tergapai oleh pengertianku.
Namun Engkau sudi hadir bersama dengan aku dalam perjalanan hidupku selama ini. Hati-Mu terbuka bagiku khusus dan istimewa tiada goresan keengganan tersirat dalam hati-Mu yang suci.
Hati-Mu yang penuh kasih Kau tampakkan dalam hati Putera-Mu sendiri yang hadir sepenuhnya demi keselamatan kami yang lemah ini.

Betapa rapuh dan ringkihnya hidupku ini,
Namun tak berdaya aku untuk membangun hati dan hidupku yang retak-retak ini sendirian. Aku tak sanggup merajutnya sendirian ya Tuhan.
Rajutlah hatiku agar semakin kokoh terpaut pada hati-Mu sendiri yang lembut dan rendah hati.

Yesus yang baik...
Perkenankan aku mohon kepada-Mu untuk belajar semakin lembut dan rendah hati, agar aku sanggup menjadi penyerta-Mu di jalan yang telah Engkau sendiri tunjukkan kepada-Ku.
Walaupun aku ringkih, lemah, mudah retak oleh kedosaan dan kelemahaan serta keegoisanku sendiri, Engkau sendiri tetap mengajakku dan menarikku kembali kepada-Mu.

Bapa yang terima kasih ..
Yesus yang lembut dan rendah hati, jadikanlah hati kami seperti hati-Mu.
Roh Kudus, curahilah aku agar mampu terbakar oleh kasih di antara kami.
Amin.


Refleksi II
DOA : Membangun pengalaman akan Allah

Doa menyanggupkan pribadi beriman untuk semakin dekat dengan Allah secara personal. Melalui komunikasi hati dalam doa, setiap pribadi mengalami ”siapakah” Allah bagi diri mereka secara personal. Dalam doa tersebut, pribadi tersebut menghaturkan segala pengalaman hidupnya yang berisi dinamika pribadinya berhadapan dengan realitas yang tengah dihadapinya. Keputusan-keputusan yang telah diambilnya dalam pengalaman kerap memberikan pengaruh besar dalam perkembangan pribadi tersebut. Semuanya itu dibawakannya dalam doanya. Dari sanalah pribadi tersebut sanggup menemukan peran serta Allah yang secara nyata terlibat dalam hidup harian dan pergulatan-Nya. Allah dialaminya secara riil dalam pengalaman. Pribadi beriman tersebut dapat mengenal Allah sebagai ”pribadi” yang sungguh dekat dengannya, dan bukan hanya sebagai ”yang besar dan jauh tak terjangkau” darinya. Allah dapat dipandang sebagai Dia yang peduli, sahabat, sulit, pemberi, sahabat, gembala, penjaga, pendamping, kuasa dll.
Allah kita adalah Allah yang dekat, sebagai Dialah pribadi yang menaruh peduli kepada kita umat pilihan-Nya. Secara khusus, Allah dengan dekat dengan pribadi yang menyerahkan hidup mereka secara utuh ke hadapan-Nya (kaum religius). Kata religius berasal dari kata ”religere” yang berarti terikat. Jadi kaum religius mengandung maksud kaum yang senantiasa terikat dengan Allah yang senantiasa memanggil mereka. Melalui doa sebagai komunikasi hati, setiap pribadi religius diundang untuk memiliki pengalaman akan ”siapa Allah bagi mereka”. Kaum religius kerap disebut dengan ”man of God” atau orangnya Allah. Hal ini mengandung maksud bahwa mereka merupakan pribadi yang memiliki kesatuan hati dengan Allah sendiri. Dari pengertian tersbeut juga dikandung maksud bahwa mereka sudah pasti diharapkan memiliki relasi intens dan personal karena memiliki pengalaman mendalam akan ”siapa Allah” bagi mereka secara pribadi. Tanpa pengalaman pribadi yang mendalam  akan Allah mereka semakin hari semakin jauh dari Allah yang memanggil mereka.

Pertanyaan Refleksi Pribadi
  1. Berdasarkan pengalaman doa frater, siapa Allah bagi Frater ?
  2. Pengalaman apakah yang menjadi dasar bahwa Frater memandang Allah demikian ? mengapa ?
  3. Buatlah doa pribadi sebagai ungkapan dan buah dari refleksi pribadi frater!

Doa Penutup Refleksi Pribadi 2

Tuhan Engkau Tahu

Tuhan Engkau Sungguh Tahu isi Hatiku
Ya Tuhan dan Allahku..
Engkau sedemikian berharga dalam hidupku
Engkau memahami isi hatiku,
jauh melebihi diriku sendiri.
Tak pernah Engkau sedikitpun menjauh dariku,
walaupun aku sendiri kerap meninggalkan Engkau.
Aku bersyukur atas penyertaan-Mu itu.
Engkaulah penjaga hatiku ini.
Berjalanlah bersamaku dalam meniti jalan terjal
Pergulatanku dari hari ke hari menuju kebersatuan dengan-Mu.
Tuhan, isilah hatiku dengan rahmat kasih-Mu yang berlimpah itu,
agar aku sanggup menjadi pembagi kasih-Mu di tengah saudara-saudara
dan lingkunganku.
Syukur Tuhan ...Syukur Tuhan...
Amin.



Tidak ada komentar: